MENCAPAI PUTUSAN HAKIM YANG BERKEADILAN
MENCAPAI PUTUSAN HAKIM YANG BERKEADILAN
Oleh: Rendra Widyakso, S.H., S.H., M.H.
Hakim Pengadilan Agama Demak
Mahkamah Agung merupakan lembaga tinggi negara atau dalam system hukum tertentu. Merupakan satu pelaku kekuasaan kehakiman yang membawahi badan peradilan dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, dan lingkungan peradilan tata usaha negara. Mendasar pada Pasal 24 ayat (2) UUD RI tahun 1945 yang menyatakan bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, dan lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
Mewujudkan suatu keadilan bagi para pencari keadilan tentu sebagai tujuan utama dibentuknya Mahkamah Agung. Tujuan tersebut tertuang dalam Visinya “Terwujudnya Badan Peradilan Indonesia yang Agung. Guna mencapai visi tersebut, Mahkamah Agung membentuk empat misinya yakni:
- Menjaga kemandirian badan peradilan
- Memberikan pelayanan hukum yang berkeadilan kepada pencari keadilan
- Meningkatkan kualitas kepemimpinan badan peradilan
- Meningkatkan kredibilitas dan transparansi badan peradilan
Keempat lembaga peradilan di bawahnya terus berusaha untuk saling mensinergikan misi tersebut sehingga yang menjadi visi daripada Mahkamah Agung dapat tercapai.
Produk pengadilan yang berupa putusan maupun penetapan merupakan hasil yang mudah untuk dinilai oleh masyarakat. Apakah putusan tersebut telah memenuhi tujuan dari kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan? Maka perlu adanya kematangan terhadap produk pengadilan yang didasari oleh teori dan fakta yang didapat dalam persidangan.
Putusan Hakim tentu harus berkualitas dan mencerminkan profesionalisme lembaga peradilan. Hal tersebut akan mudah diukur ketika putusan telah memenuhi tiga tujuan hukum yakni:
- Keadilan
Tujuan hukum dalam rangka mencapai suatu keadilan adalah unsur filosofis. Setiap para pencari keadilan tentu mengharapkan keadilan dari setiap sengketa yang diselesaikan melalui persidangan. Tentu bukan hanya sekedar aspek formalisitik, namun harus mengedepankan aspek kemanusiaan yang lebih luas dan komprehensif.
Mencapai putusan yang berkeadilan tidak hanya bersandar pada pertimbangan semata (ratio decidendi) namun juga mendasar pada emanasi (ajaran yang terpancar dan berasal dari Tuhan). Artinya bahwa adanya petunjuk Allah SWT. Sehingga tujuan mencapai keadilan merupakan fungsi implementatif terhadap keadilan Tuhan. Sedangkan dalam suatu norma bersifat korektif dan tidak melanggar ketentuan dari apa yang sudah digariskan;
- Kepastian Hukum
Kepastian hukum lebih dikenal sebagai aspek normative. Aliran positivistic cenderung mengedepankan peraturan dan kepastian hukum. Hukum dimaknai sebagai peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang dibuat oleh badan-badan resmi, jika ada yang melanggarnya akan berakibat diambilnya tindakan berdasarkan hukum tertentu.
Sehingga dalam menerapkan suatu norma dalam putusan dianggap sangatlah penting dan tentu menggunakan cara yang baik dalam penerapannya.
- Kemanfaatan
Bagaimana suatu putusan hakim dapat berguna bagi masyarakat khususnya para pencari keadilan. Unsur sosiologis menjadi dasar terhadap tujuan dari kemanfaatan hukum. Sehingga hukum akan dinilai baik jika akibat adannya hukum tersebut setelah diterapkan akan memperoleh hasil kebaikan dan kebahagiaan.
Putusan hakim juga harus ideal dalam memenuhi syarat teoritis dan syarat praktis. Maksudnya bahwa dalam secara teori dapat diuji dan dipertanggungjawabkan akan kebenarannya. Sedangkan secara praktis tentu hakim harus bersandar pada hukum acara tertentu sehingga sesuai dengan kebutuhan praktis di persidangan.
Putusan pada dasarnya merupakan proses ilmiah dengan Majelis Hakim sebagai poros utamanya. Majelis Hakim memegang peran sentral dalam membuat putusan atas memutus sengketa yang sedang ditanganinya. Tentu dalam penerapan hukum dalam putusan mengacu pada kerangka fikir yang terbangun secara sistematik. Dapat disimpulkan bahwa dalam suatu putusan Hakim harus mengemukakan analisis, argumentasi, pendapat, kesimpulan, alasan, dan dasar putusan. Oleh karenanya guna mencapai putusan yang baik dan benar ada 3 tahapan yang harus dilakukan oleh Hakim, yakni:
- Konstatir
Mengkonstatir artinya melihat, mengakui, atau membenarkan telah terjadinya peristiwa yang telah terjadi tersebut. Hakim dalam hal ini harus mampu untuk mengkonstatir suatu peristiwa hukum yang diajukan para pihak dengan cara melihat, mengakui, dan membenarkan telah terjadinya suatu peristiwa yang diajukan tersebut.
Hakim harus mampu untuk memastikan terjadinya suatu peristiwa dan bukan dianggap sebagai dugaan. Hakim akan mendasar pada alat bukti dalam acara pembuktian. Adapun tahapan yang harus hakim cermati dalam pembuktian adalah, kapan dimulai meletakkan beban bukti yang tepat. Kepada siapa beban bukti ditimpahkan. Mampu menilai alat bukti yang diajukan oleh para pihak dengan memperhatikan aspek formiil dan materiilnya. Sehingga dapat memenuhi batas minimal bukti serta mempunyai nilai kekuatan pembuktian.
Setelah itu, barulah Hakim menentukan apakah peristiwa tersebut dapat dinyatakan terbukti atau tidak,
- Kualifisir
Mengkualifisir artinya menilai suatu peristiwa yang telah dianggap benar-benar terjadi. Bahwa Hakim dapat menemukan hukumnya bagi suatu peristiwa yang telah dikonstatir. Hakim menilai terhadap peristiwa/dalil yang telah terbukti atau yang tidak terbukti dengan peraturan perundang-undangan yang merupakan hukum materiil.
- Konstituir
Mengkonstituir artinya Hakim menetapkan hukumnya atau memberikan suatu keadilan kepada para pihak yang berperkara.
Selain daripada itu dalam rangka meningkatkan kualitas putusan, Hakim harus mampu menguasai asas-asas hukum. Asas diartikan sebagai alas, sebuah kebenaran yang menjadi tumpuhan atau pokok berfikir, berpendapat dan sebagainya. Pada prinsipnya asas hukum merupakan prinsip dasar atau aturan dasar dalam pemberlakuan hukum. Jika dalam system hukum terdapat pertentangan, maka asas hukum akan tampil sebagai solusi dalam mengatasi pertentangan tersebut. Oleh karenanya seringkali asas hukum disebut sebagai jantung dari peraturan hukum. Menurut G.W. Paton bahwa asas merupakan suatu pikiran yang dirumuskan secara luas yang menjadi dasar bagi kaidah hukum. Asas bersifat lebih abstrak, kaidah hukum sifatnya lebih konkret mengenai perilaku atau tindakan hukum tertentu.
Memahami asas hukum, terdapat dua jenis asas hukum, yakni asas hukum umum yang berhubungan dengan seluruh bidang hukum. Seperti asas restitution in tergum (pemulihan terhadap keadaan semula), asas lex posteriori derogate legi priori (peraturan yang baru dapat menyampingkan atau meniadakan peraturan yang lama). Intinya bahwa apa yang lahirnya telah tampak benar, untuk sementara harus dianggap demikian hingga diputus oleh pengadilan. Dan asas hukum khusus, artinya bahwa asas hukum yang berfungsi dalam bidang hukum yang lebih sempit seperti dalam bidang hukum perdata, hukum pidana. Asas hukum khusus ini biasanya menjadi penjabaran dari asas hukum umum. Contohnya seperti asas Pacta Sunt Servanda (perjanjian yang telah dibuat berlaku mengikat bagi masing-masing pihak), asas Konsesualisme, dan lainnya.
Hakim juga harus mampu menyusun legal reasoning. Legal reasoning atau yang sering disebut penalaran hukum merupakan penelusuran alasan tentang hukum atau pencarian dasar tentang bagaimana seorang Hakim memutus perkara. Kenneth J. Vandeveld menyebutkan dalam melakukan penalaran hukum terdapat 5 langkah, yakni:
- Mengidentifikasi sumber hukum yang mungkin biasanya berupa peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan (identify the applicable sourcer of law). Argumentasi hukum bukan merupakan bagian dari logika hukum, tetapi merupakan bagian dari teori hukum.
- Menganalisis sumber hukum tersebut untuk menetapkan aturan hukum yang mungkin dan kebijakan dalam aturan tersebut (analyse the sourcer of law);
- Mensintesiskan aturan hukum tersebut dalam suatu struktur yang koheren, maksudnya adalah mengelompokkan aturan-aturan khusus di bawah aturan umum. (synthesize the applicable rules of law into a coherent structure).
- Menelaah fakta-fakta yang tersedia (research the available fact)
- Menerapkan struktur aturan kepada fakta-fakta untuk memastikan hak atau kewajiban yang timbul dari fakta tersebut. Dalam hal ini menggunakan kebijakan yang terletak dalam aturan-aturan hukum dalam hal memecahkan kasus-kasus sulit (apply the structure of rules to the facts).
Tentunya dalam menyusun legal reasoning butuh kefasihan Bahasa dan teknik dalam penulisan sesuai dengan kaidah Bahasa Indonesia dan Bahasa hukum.
Setelah memahami penerapan asas-asas hukum, dalam menyusun argumentasi hukum harus bersandar pada sumber hukum yang berlaku. Sumber hukum meliputi undang-undang, adat/kebiasaan, doktrin, traktat/perjanjian, dan yurisprudensi. Sehingga sumber hukum akan menjadi alat atau lentera dan menjadi pengendali Hakim dalam penerapan suatu hukum. Sedangkan dalam konsep hukum islam Hakim harus mengacu dan menerapkan kaidah-kaidah hukum islam yang tertuang dalam Maqhasid al-Syari’ah.
Kemudian dalam penerapan kaidah hukum berdasar pada peraturan yang berlaku, sehingga dapat digunakan sebagai solusi dalam menyelesaikan suatu sengketa yang praktis baik individu maupun kolektif dengan cara yang arif dan bijaksana.
Oleh karenanya, bahwa hakim sebelum mengambil keputusan harus memperhatikan 7 (tujuh) hal penting:
- Identifikasi gugatan dalam perkara tersebut menjadi kewenangan Pengadilan Agama.
- Memeriksa kedudukan para pihak Legal standing (keadaan dimana seorang pihak ditentukan telah memenuhi syarat dan mempunyai hak untuk mengajukan permohonan ke muka pengadilan).
- Identifikasi pokok gugatan baik posita dan petitumnya.
- Identifikasi jawaban atas gugatan Penggugat.
- Beban pembuktian
- Hasil pembuktian
- Kesimpulan dari masing-masing para pihak berperkara
Jika kesemuanya telah dilaksanakan maka sangat lah mungkin putusan hakim akan mencapai putusan yang ideal. Tentunya Hakim tidak boleh terlepas dari ketiga tujuan hukum yakni keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan.