JADIKAN LELAH KERJAMU MENJADI IBADAH
JADIKAN LELAH KERJAMU MENJADI IBADAH
Oleh: Rendra Widyakso, S.H., S.H., M.H.
Hakim Pengadilan Agama Demak
Bekerja merupakan salah satu kewajiban dari setiap manusia untuk mencukupi kebutuhan dalam menyambung kehidupan. Agama Islam mewajibkan setiap umatnya untuk bekerja. Mencari rezeki yang halal dan baik merupakan suatu amalan saleh. Namun, banyak dari setiap manusia lupa bahwa dalam sisi kehidupan segala aspeknya telah diatur oleh Sang Pencipta. Bekerja berangkat di saat fajar terbit hingga terbenamnya matahari.
Dalam Islam, rezeki memang menjadi urusan Allah SWT. Tentu sebagai hamba-Nya diwajibkan untuk berusaha sekuat tenaga untuk mencari rezeki yang halal. Sebagaimana yang dijelaskan dalam Q.S Al-Mu’minun ayat 51, artinya: "Makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang shalih. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan."
Islam mendorong umatnya untuk bekerja, hidup dalam kemuliaan dan tidak menjadi beban orang lain bahkan bersandar kepada orang lain. Islam tidak pernah membatasi dalam memilih pekerjaan sepanjang tidak bertentangan dengan syariat. Kebebasan dalam menentukan suatu pekerjaan tentu berdasarkan pada keahlian dan kemampuan setiap orang. Namun Islam membatasi kebebasan tersebut dengan meletakkan prinsip-prinsip dan menetapkan nilai-nilai yang harus dijaga oleh seorang muslim, agar kemudian aktifitas bekerjanya benar-benar dipandang oleh Allah sebagai kegiatan ibadah yang memberi keuntungan berlipat di dunia dan di akhirat. Berikut ini adalah batasan-batasan tersebut:
Pertama, pekerjaan harus halal dan baik.
Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ وَاشْكُرُوا لِلَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah.” (QS. Al Baqarah [2]: 172)
Setiap ummat Islam diperintahkan untuk memakan makanan yang halal dan yang baik. Selain daripada itu setiap ummat muslim hanya memberi dari hasil usaha yang halal. Maksudnya agar mendapatkan kemaslahatan dan keridhoan Allah SWT, sehingga tidak menimbulkan kemudhoratan.
Kedua, ikhlas dalam bekerja,yaitu meniatkan aktifitas bekerjanya tersebut untuk mencari ridho Allah dan beribadah kepada-Nya.
Banyaknya setiap orang mengawali kegiatannya lupa untuk meniatkan dirinya kepada Allah SWT dengan tujuan mendapatkan ridho Allah SWT. Dalam suatu riwayat hadist
Artinya:
Dari Umar Radhiyallahu’anhu, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Amal itu tergantung niatnya, dan seseorang hanya mendapatkan sesuai niatnya. Barangsiapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, dan maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, dan barangsiapa yang hijrahnya karena dunia atau karena wanita yang hendak dinikahinya, maka hijrahnya itu sesuai kemana ia hijrah” (H.R. Bukhari, Muslim , dan empat Imam Ahli Hadist)
Intinya bahwa niat merupakan unsur utama dan terpenting dalam bekerja. Jika kita ingin pekerjaan dinilai sebagai bentuk ibadah, maka niat ibadah itu harus hadir dalam setiap memulai pekerjaan. Oleh karenanya agar lelah dan setiap tetesan keringat bernilai amal ibadah di mata Allah SWT, maka awali setiap pekerjaan dengan niat karena Allah SWT. Sehingga tidak kehilangan pahala ibadah yang sangat besar dari pekerjaan yang kita jalani itu.
Ketiga, bekerja dengan penuh tanggungjawab dan menjunjung tinggi nilai profesionalitas.
Bekerja tentu tidak hanya sekedar bekerja. Islam sendiri memerintahkan kepada ummatnya untuk bekerja dengan sungguh-sungguh, penuh tanggungjawab, dan professional. Sebagaimana sabda Nabi:
“Sesungguhnya Allah mencintai seorang diantara ka-lian yang jika bekerja, maka ia bekerja dengan baik.” (HR Baihaqi)
Beliau juga bersabda:
قَالَ :إِنَّ اللهَ كَتَبَ اْلإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ،
“Sesungguhnya Allah mewajib-kan perbuatan ihsan atas segala sesuatu.” (HR Muslim)
Bekerja secara sungguh-sungguh yang artinya tidak menunda-nunda pekerjaan. Melakukan pekerjaan dengan penuh capaian sasaran kerja. Dan bekerja secara profesional yang artinya bekerja dengan segala kemampuan dan penuh menguasai pekerjaan sehingga mampu bertanggungjawab atas pekerjaannya. Islam juga mengajarkan ummatnya untuk bekerja secara teliti, sehingga lebih berhati-hati dalam setiap pekerjaannya.
Keempat, tidak melalaikan kewajiban kepada Allah.
Bekerja dengan niat tulus karena ibadah kepada Allah SWT, tentu tidak diperkenankan melalaikan dan melupakan kewajiban kepada Allah. Sesibuk apapun dalam suatu pekerjaan tidak boleh membuat lalai terhadap kewajiban ummat terhadap Tuhannya. Dalam keseharian yang menjadi kewajiban pokok ummat Islam adalah menjalankan sholat lima waktu. Kewajiban tersebut tentu jauh lebih utama dari segala pekerjaan kita.
Perlu disadari bahwa tanpa Tuhan belum tentu setiap manusia dapat mengerjakan seluruh pekerjaan dengan baik. Kesehatan dan kesempatan adalah hal yang tidak dapat dipisahkan ketika Allah SWT berkehendak. Maka oleh karenanya sebagai ummat yang taat beribadah kepada-Nya, harus mampu untuk meninggalkan sejenak pekerjaan guna beribadah kepada Allah SWT.
Itulah beberapa prinsip dan etika penting yang harus dijaga oleh siapa saja yang tengah bekerja untuk mencukupi diri dan keluarga yang berada dalam tanggungannya. Bekerja adalah tindakan mulia. Keuntungan dunia dapat diraih dengannya. Namun bagi seorang muslim, hendaknya bekerja menjadi memiliki keuntungan ganda, keuntungan di dunia dengan terkumpulnya pundi-pundi kekayaan, dan di akhirat dengan pahala melimpah dan kenikmatan surga karena nilai ibadah yang dikandungnya.